Sabtu, 07 Januari 2012

Mengenang Chap. 9

    Pagi tadi saya terbangun karena suara panggilan dari handphone. Sayapun menjawab panggilan itu yang ternyata dari ayah saya. Dia memulai pembicaraan tentang kosan yang akan saya tempati sewaktu kerja praktek nanti. Selesai itu, sayapun mulai dengan membersihkan kamar yang seperti ini (saya tidak akan mengatakan seperti apa bentuk kamar saya karena mungkin sesama anak kos memahaminya). Dan tidak sengaja saya menemukan foto dari album lama ketika saya bertempat tinggal di Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Difoto itu ada saya, Diga, Widi, Aryo, dan Ichan. Sayapun kembali mengingat kenangan "buruk" bersama ke - 4 sahabat saya itu. Hal yang tidak akan pernah saya lupakan bersama mereka akan saya mulai disini, diatas keyboard lepo (laptop kesayangan saya).

    Hari itu kami semua berkumpul di rumah Diga untuk mengerjakan tugas kelompok bersama, walaupun pada waktu itu kami masih kelas 3 SD tapi kami sudah seperti anak kuliah yang ketika ada tugas kami kumpul bersama untuk membahas tugas itu bersama - sama. Walaupun pada akhirnya Diga sendiri jugalah yang mengerjakan tugas kelompok kami, sementara kami asyik tidur dan bermain di sekitar rumah Diga. Tak lama berselang apa yang kami tunggu - tunggu akhirnya datang juga, ibu Diga datang membawakan minum serta kue - kue untuk kami makan. Setelah makan dan minum kamipun melanjutkan aktivitas kami masing - masing kembali untuk bersantai dan bermain, begitu pula dengan Diga yang kembali mengerjakan tugas kelompok kami. Hingga akhirnya tugas itu selesai dan Diga kemudian memulai penjelasan tentang tugas yang sudah selesai itu. Disinilah malapetaka itu terjadi, sesuatu yang tidak kami harapkan.

    Ketika Diga menerangkan, seketika Ichan mulai mencium bau tidak sedap berlalu melewati hidungnya yang kemudian disambut oleh Aryo, Diga dan saya pada waktu itu. "Siapa yang ngentut nih?? Kampret! bau banget" Ichan membuka pembicaraan pada waktu itu sambil melihat saya. "Weiiiittttssss! jangan liat ulun kak, liat yang mukanya paling jelek". Kebetulan yang paling cakep disitu cuman saya sama Diga. Yang artinya selain kami berdua sisanya jelek termasuk Ichan yang otomatis langsung berkaca meyakinkan dirinya kalau dia bukanlah sang pelaku. "Bukan ulun..." Aryo dengan ekspresinya yang biasa saja. Tinggalah Widi yang belum menjawab. "Ngga koq, ulun ngga kentut... Sueeeerrr deh!" mukanya berkeringat. Aryopun pada inisiatif untuk mencium daerah celana Widi dan mengatakan, " iya nih... ikamlah yang ngentut nih. Itu buktinya daerah celana masih bau koq." "Ngga koq. Sueeeeerrrr.... Ulun ngga kentut". Widi membela diri. Ichan juga mulai mencium sekitar celana Widi, "iya nih, ikam kentut. Ngakulah!" Suasana mulai panas. "Iya sumpah! Ulun ga kentut" mulai menangis. "Jujurlah Wid, jujur aja koq susyah... Ga papa koq, ga kita aduin ke ibunya Diga" Saya memaksa. "Iya sumpah Dim, aku tu ngga kentut. Cuman beol koq" katanya dengan rasa takut. Setelah itu saya memutuskan untuk tidak melanjutkan pertanyaan saya dan meminta Aryo untuk mengantar Widi pulang ke rumah dengan selamat sebelum suasana makin tidak karuan, karena disamping pernyataan yang sudah dia katakan ternyta Ichan sudah mengeluarkan muntahnya dikamar mandi. Itu jelas karena memang Ichan mencium celana Widi lebih dekat dari Aryo.

    Malapetaka bagi kami semua pada hari itu, namun mimpi buruk tiada akhir bagi Widi karena semuanya tidak berakhir hari itu. Begitu sampai di sekolah keesokan harinya, Widi jadi public figure, sampai beberapa teman sekolah sudah disiapkan Aryo untuk jadi pemandu sorak Widi yang sukses boker di celananya sendiri. "Widi beol di celana... Widi beol di celana..." Teman - teman bersorak berembira melihat Widi. Itu dialami Widi selama 3 hari berturut - turut. Dan membuatnya menangis sejadi - jadinya setiap kali disoraki.

    Sebenarnya pada waktu itu saya sangat sedih dan iba melihat teman saya Widi dihina teman - teman yang lain, tapi apa daya karena saya waktu itu ditunjuk sebagai ketua pemandu sorak untuk menghina Widi jadi saya tidak boleh mendukung dirinya dan sayapun semakin gencar melakukan sorak - sorak bergembira bersama teman - teman yang lain untuk menghinanya sampai dia putus asa dan ingin bunuh diri.

    Sampai pada akhirnya wali kelas kami pada waktu itu Bu Umi Kalsum memanggil kami yang dianggap sebagai pelaku kejahatan karena kasus pelecehan harga diri Widi selama 3 hari berturut - turut. Dan kami diberi peringatan serta diperintahkan untuk meminta maaf kepada Widi. Kami semua pikir itulah hari - hari paling menyenangkan karena berhasil membuat Widi hampir bunuh diri. Namun ternyata salah ada yang lebih baik lagi, mimpi buruk itu terus berlanjut selama 4 hari kedepan bagi Widi, karena Bu Umi selalu mengingatkan Widi ketika akan berdoa dan mendoakan supaya Widi tidak lagi beol dicelana. Walhasil Widi selalu pulang kerumah dalam keadaan mata sembab dan selalu mimpi buruk dimalam harinya.

Semarang, 07 Januari 2012
Terima kasih untuk sahabat - sahabatku dimasa lalu, tanpa kalian aku bukanlah apa - apa dimasa sekarang.
Karena aku dibentuk dari cerita sejarah dimasa lalu...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar